19 Desember 2012

Ke Singapur Lah

Perjalanan kami ke Singapura sempat tertunda semalam akibat insiden ketinggalan tas di atas LRT Kuala Lumpur. Awalnya kami berencana untuk naik kereta tidur, tapi akhirnya kami naik bus. Sebelum kami sempat beranjak, kami kembali ditampar oleh masalah lainnya. Teman kami di Singapura yang tadinya akan kami tumpangi tiba-tiba memberi tahu kalau dia tidak bisa memberikan kami tumpangan karena saat itu dia sedang berada di Jakarta. Sebelum melakukan perjalanan ke luar negeri yang pertama kalinya ini, kami telah banyak mencari informasi tentang KL, tapi tidak tentang Singapura sehingga kami tidak banyak tahu tempat dan sistem transportasi di sana. Oleh karena itu, mendadak kami harus browsing guna mencari tahu penginapan dan tempat wisata di Singapura. Tapi itu pun hanya sepintas lalu saja karena kami tidak mau berangkat kesiangan. Kami pun segera meluncur ke Bandar Tasik Selatan yang terkoneksi dengan Terminal Bersepadu Selatan (TBS).

Terminal Bersepadu Selatan dengan layar keberangkatan dan kedatangan bus
TBS terlihat sangat modern sebagai sebuah terminal bus sehingga lebih kelihatan seperti bandara, apalagi dengan adanya papan informasi digital tentang kedatangan dan keberangkatan bus-busnya. Terminal ini tertata dengan sangat rapi, tidak seperti terminal bus di Indonesia pada umumnya yang tidak dilengkapi dengan petunjuk arah yang jelas, sumpek, dipenuhi preman serta penuh asap rokok. Di sini kami tidak perlu bingung panas-panasan mencari sendiri bus yang hendak ditumpangi karena loketnya sudah terpadu, artinya karcis bus jurusan manapun dapat dibeli di sederetan loket yang ada. Setelah mendapat karcis, kami tinggal menunggu di gerbang dengan nomor sesuai dengan yang tertera di tiket. Untuk mendapatkan harga termurah ke Singapura, kami naik bus jurusan Johor Bahru dulu baru nanti menyambung bus lain ke Singapura. Jaringan jalan tol di Malaysia sudah sangat ekstensif, sehingga KL ke JB yang jaraknya lebih dari 300km dapat ditempuh dalam waktu lima jam lebih saja (kalau supir bus PATAS yang bawa malah mungkin bisa cuma 3 jam setengah). Sepanjang perjalanan, praktis tidak ada pemandangan apapun selain perkebunan sawit di kanan dan kiri jalan tol.

18 Desember 2012

Menjulang Tinggi di Ibukota Malaysia

Salah satu sudut kota Kuala Lumpur dilihat dari KL Tower
Pada hari terakhir ini, kami pergi melihat atraksi paling top di Kuala Lumpur, yaitu Petronas Twin Towers! Kami mengambil beberapa foto dengan latar belakang menara kembar yang menjulang tinggi seperti kebanyakan orang lainnya, namun kami tidak sempat naik ke puncak menara maupun ke skybridge yang menghubungkan kedua menara tersebut. KLCC Park tempat kami befoto ini sangatlah menyenangkan. Berlokasi tepat di belakang menara kembar, taman ini terbuka untuk umum setiap harinya serta menyajikan banyak fasilitas seperti trek lari, kolam renang, taman bermain anak, dan keran air minum. Sungguh asyik memang memilki area hijau di tengah-tengah hiruk pikuknya kota metropolitan.

17 Desember 2012

Lebih Maju di Kuala Lumpur

Pemandangan dari beranda apartemen tempat kami tinggal di KL.
Menara Kembar Petronas dan KL Tower terlihat samar-samar.

Setelah di hari sebelumnya kami melalui perjalanan yang cukup melelahkan, di hari ini kami siap untuk menjelajah ibukota Negeri Jiran Malaysia; Kuala Lumpur. Namun sebelumnya, kami mesti men-charge energi dulu dengan sarapan yang bergizi. Peter, host kami, membawa kami ke warung makan sederhana di kompleks ruko dekat apartemennya. Kedai bernama Shani Cafe ini menawarkan sarapan sepuasnya dengan harga sangat terjangkau, yaitu hanya RM 4 (kira-kira Rp 13,000)! Pilihan lawuknya pun cukup beragam, dari yang biasa-biasa saja sampai paru sapi yang adalah lauk kesukaanku. Nasi yang digunakan adalah nasi lemak, semacam nasi uduk khas Malaysia. Di mana-mana di Malaysia, memang nasi lemak selalu menjadi andalan. Bahkan saat di Malaysia ini kami juga berkesempatan mencoba paket KFC yang berisi ayam dipadukan dengan nasi lemak.

Sementara di dalam negeri sendiri, terutama di daerah timur seperti Ambon misalnya, nasi ayam saja umumnya seharga Rp 20,000. Itulah salah satu alasan kuat kenapa pelancong bujet seperti kami gemar berkunjung ke Malaysia yang kaya dengan kebudayaan Melayu, Cina, dan India, lebih khususnya ke ibukota KL yang sudah memiliki sistem transportasi jauh lebih modern daripada Indonesia, sehingga nyaman untuk dieksplorasi. Dan meski sudah cukup maju, barang-barang di sini masih murah meriah!

16 Desember 2012

Pertama Kalinya ke Luar Negeri

Pengalaman kami pertama kali ke luar negeri dibeli dengan ongkos yang sangat murah. Hanya cukup merogoh kocek Rp 1,510,100 nett/orang, kami sudah dapat menikmati perjalanan udara termasuk bagasi 15 kg, aiport tax, dan shuttle bus ke pusat kota. Angka segitu mungkin terlihat mahal bagi sebagian orang, namun perlu diingat bahwa perjalanan udara yang kami tempuh ini dari Ambon hingga Kuala Lumpur, bukannya dari Jakarta. Jarak Ambon-Jakarta sendiri adalah 3,5 jam penerbangan, sama seperti Bangkok-Jakarta! Peta di bawah ini mungkin bisa menerangkan lebih jauh apa yang dimaksud (silahkan klik di gambar untuk memperbesar peta).


Pertama-tama, kami harus terbang ke Makassar terlebih dahulu, sebab tidak ada penerbangan internasional langsung dari Ambon. Dari Makassar kami naik pesawat Air Asia yang kembali ke kandangnya di Kuala Lumpur. Tampilan armada pesawat yang kami tumpangi ini bertemakan klub sepakbola Queen Park Rangers. Baru sampai di atas pesawat, kami sudah merasa seperti di Malaysia saja. Kebanyakan penumpang kala itu sepertinya orang-orang Malaysia yang sedang kembali ke negaranya sehingga percakapan kental dengan logat Melayu ala Upin-Ipin dan Boboboi kerap terdengar di telinga kami. Terlebih lagi, rata-rata pengumuman penerbangan di pesawat itu dibawakan dalam tiga bahasa; Inggris, Indonesia dan Malaysia. Kesan bahwa kami sudah berada di negara lain semakin terasa.

Peta Dunia TRAVELdonk

Peta Dunia TRAVELdonk