Danau Nojiri, Shinano-machi |
Alih-alih langsung kembali ke kota Nagano, dari Myoko Kogen kami menyempatkan diri turun di sebuah stasiun kecil bernama Kurohime yang masuk dalam wilayah Shinanomachi, sebuah kota di tepi Danau Nojiri. Kunjungan singkat ini berada di luar rencana perjalanan kami, sehingga kami hampir tidak tahu apapun mengenai tempat-tempat menarik yang dapat dikunjungi di sini, kecuali sebuah penampakan danau besar di Google Maps. Untungnya, hampir tiap stasiun di Jepang memiliki pusat informasi turis di mana kita bisa bertanya langsung pada petugas maupun mengambil peta/booklet gratis. Khusus di stasiun ini, terdapat pula layanan penyewaan sepeda. Namun, kami pikir agak sayang kalau harus menyewa sepeda dengan tarifnya harian sedangkan saat itu hari sudah hampir habis. Berbekal petunjuk yang kami dapatkan dari pusat informasi turis, kami pun mulai berjalan kaki meninggalkan stasiun untuk menguak sebagian kecil pesona dari kota ini.
Tepat di depan stasiun, kami melihat ada Fujinoya Ryokan yang dibangun tahun 1909 dan masih aktif sebagai penginapan hingga sekarang. Jalan terus lurus ke depan, tempat pertama yang kami tuju adalah Issa Kinen-kan (Issa Memorial Museum), yaitu sebuah museum yang didedikasikan untuk Kobayashi Issa (1763-1828), seorang penulis haiku terkenal yang berasal dari Shinano-machi. Haiku merupakan puisi pendek tradisional khas Jepang. Issa telah menulis lebih dari 20,000 haiku, menjadikannya salah satu dari master haiku paling top seantero Jepang. Sayangnya, kami tak memiliki kesempatan untuk mempelajarinya lebih dalam. Pintu museum baru saja ditutup begitu kami sampai di tempat. Meskipun demikian, kami sempat mengunjungi kuil Myosenji yang merupakan kuil keluarga Issa. Tiap tanggal 19 November ada ritual yang digelar untuk memperingati hari kematian Issa. Di dekat kuil ini terdapat pula kuil lainnya, yaitu Myoganji.
Kemudian, kami lanjut berjalan lagi ke Gereja Shinanomura yang gedungnya dirancang oleh W.M. Vories (1880-1964), orang Amerika yang merupakan arsitek di balik banyak bangunan-bangunan bergaya barat di Jepang dan akhirnya menjadi warga negara Jepang. Penganut agama Kristen di Jepang hanya sekitar 1% dari jumlah populasi, namun anehnya kebanyakan orang Jepang merayakan Natal dan banyak pasangan menikah di gereja terlepas dari apapun agama mereka. Di dekat jalan menuju gereja, kami disapa oleh seorang gadis berseragam SMP yang nampak senang ada turis asing datang ke kota mungilnya.
Di depan Gereja Shinanomura menjelang gelap |
Hari semakin gelap, kami pun berjalan kembali ke stasiun. Bahkan tanpa sempat masuk ke museum karena sudah tutup maupun ke danau karena terlalu jauh, kunjungan kami ke Shinano-machi sore ini tidak sia-sia. Keesokan harinya, Shuya-san, host kami, mendadak memutuskan ikut kami jalan-jalan menggunakan mobil pribadinya. Kami kembali ke Myoko Kogen, namun sebelumnya kami mampir dulu kembali di Shinano-machi. Kami tahu tempat apa saja yang harus kami kunjungi karena sudah ke sini sebelumnya.
Pertama-tama, kami mampir di sebuah toko oleh-oleh yang cukup besar. Setelah itu, kami pun mengunjungi Takahashi Sukesaku Shuzoten, tempat pembuatan sake tertua di Shinano-machi. Tempat ini direkomendasikan di dalam tiap guide booklet yang kami ambil kemarin di pusat informasi turis. Yang paling menarik, di sini kami bertemu langsung dengan Kuniyoshi Takahashi, generasi kelima penerus pemilik tempat pembuatan sake yang dibangun tahun 1875 ini. Kami pun mencoba berbagai macam sake yang dibagi menjadi tiga kelas; standar, spesial, dan premium. Sake kelas spesial dan premium dicampur dengan yogurt sehingga rasanya lebih enak. Shuya-san tidak ikut mencicipi sake karena ia menyetir mobil. Alhasil, cuma kami berdua yang menenggak sake hingga beberapa sloki.
Masih banyak lagi tempat menarik yang belum sempat kami kunjungi di sekitar Nojiri-ko. Pastinya kapan-kapan jika ada kesempatan kami ingin kembali lagi ke danau ini. Begitu mobil melewati jembatan perbatasan prefektur Nagano-Niigata, kami sadar ada yang hilang! Astaga, tas pinggang berisi paspor tidak ada! Sontak Shuya-san langsung memutar arah mobil kembali ke danau. Untungnya tas kami beserta isinya utuh tak terjamah. Sepertinya Nojiri-ko mendengar keinginan kami untuk kembali ke sana dengan menahan tas kami. Tak disangka kami harus kembali ke sana begitu cepat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar