30 Maret 2013

Beragam Mal di Kuala Lumpur

Hutan tropis di dalam salah satu gedung mal di Kuala Lumpur
Saat ketiga kalinya kami ke Kuala Lumpur, kami mencoba mengunjungi berbagai pusat perbelanjaan modern yang istimewa. Kami tiba pada pagi hari di KL Sentral dimana kereta api yang kami tumpangi dari Butterworth semalam berhenti. Menyenangkan rasanya bisa balik lagi ke KL Sentral, apalagi terakhir kali kami berada di KL kami tidak sempat mengunjungi hub transportasi yang menggabungkan berbagai jenis transportasi ini. Maklum, KL Sentral merupakan tempat pertama yang kami pijak pada malam ketika pertama kalinya kami ke luar negeri selain bandara. Jadi, berada di sini bagi kami terasa nuansa nostalgianya. Tapi kami tidak bisa berlama-lama di sini karena host kami sudah menunggu di luar gedung untuk menjemput. Nisha dan tunangannya, Lymun, beserta ibunya segera memboyong kami dengan mobilnya ke sebuah welcoming breakfast di area bernama Brickfields.

29 Maret 2013

Wisata Kuil-kuil di Penang

Snake Temple
 
Agenda hari ini adalah mengunjungi berbagai kuil di Penang. Tujuan pertama adalah kuil unik bernama Tokong Ular atau Snake Temple yang terletak di jalan menuju bandara, sekitar 20 km dari Georgetown. Wikipedia bahkan mengatakan tidak ada kuil lain di dunia yang seperti Snake Temple. Ular-ular di sini dibiarkan bebas berkeliaran begitu saja. Meskipun kebanyakan ular hanya bertengger di ranting-ranting yang telah di sediakan, tetap saja kami sangat hati-hati dalam setiap langkah kami. Sadar kalau kami sebenarnya ketakutan, seorang ibu-ibu di kuil itu mencoba menenangkan kami bahwa ular-ular ini sudah dibuat tidak beracun. Namun kemudian ia juga memberi tahu kami kalau besok adalah hari ulang tahun kuil dimana ular-ular dari hutan sekitar akan datang ke kuil ini seperti pada saat kuil ini pertama kali selesai dibangun pada tahun 1850. Saat itulah kami tahu bahwa ular-ular liar ini tidak mungkin dikeluarkan racunnya, ibu-ibu tadi rupanya berbohong agar tidak takut. Ditambah lagi setelah mencari tahu tentang jenis ular yang disebut dengan nama bandotan candi ini di internet, kami semakin yakin kalau itu ular berbisa. Jika ingin meihat ular dari berbagi jenis lainnya, kita bisa mengunjungi snake farm yang menjadi bagian berbayar dari kuil.

28 Maret 2013

Bersenang-senang di Pulau Penang


Pada zaman kolonial, Inggris berkedudukan di tiga titik penting, yaitu Singapura, Melaka, dan Penang. Kini ketiganya telah bertransformasi menjadi destinasi wisata populer di kalangan para pelancong. Kali ini saat selesai mengunjungi Hat Yai di Thailand, kami menyempatkan diri untuk mampir di The Pearl of the Orient ini guna menelusuri jejak peninggalan kolonial Inggris sekaligus budaya turun-temurun masyarakat setempat yang didominasi oleh etnis Tionghoa.
 
Selama berada di Penang, kami tinggal di tempat host Couchsurfing yang berada di Jalan Ayer Itam, sebuah jalan raya yang menghubungkan pusat kota menuju dua tempat atraksi wisata terkenal di pulau itu; Penang Hill dan Kek Lok Si Temple. Setelah berkenalan dengan host di hari sebelumnya dan menginap semalam, kami memulai eksplorasi di pagi hari dengan berjalan kaki menyusuri jalan itu sampai agak jauh. 
 
Di tengah jalan, tampak patung Dewi Kuan Im yang  menjulang tinggi di atas bukit. Kami tahu itu adalah bagian dari Kek Lok Si Temple, tapi karena kelihatan masih cukup jauh jadi kami memutuskan ke tempat yang satunya terlebih dahulu. Setelah sekitar 2 km berjalan, akhirnya sampailah kami di stasiun bawah kereta funikular. Inilah cara untuk naik ke Penang Hill alias Bukit Bendera jika tidak mau hiking. Kereta kabel ini merupakan peninggalan kolonial Inggris yang dibangun pada tahun 1924 untuk keperluan rekreasi alam orang-orang Inggris zaman itu. Meskipun gerbong kereta yang digunakan kini sudah diperbaharui namun interiornya tetap dibuat dengan kesan klasik. Kereta ini membutuhkan waktu sekitar 30 menit untuk memanjat trek yang cukup terjal dari stasiun bawah ke stasiun atas. Kami harus membayar harga tiket 30 ringgit per orang untuk perjalanan naik turun, padahal warga Malaysia cukup membayar 8 ringgit saja. Sempat terpikir oleh kami untuk berpura-pura menyamar menjadi orang Malaysia tapi itu tidak akan berhasil karena petugas di loket meminta tanda pengenal terlebih dahulu.

24 Maret 2013

Menyusuri ke-Tiongkok-an Malaysia


Setelah tiga bulan berlalu sejak perjalanan pertama kami ke Kuala Lumpur, Malaysia, kami kembali lagi ke sana. Kedatangan kami yang kedua kalinya ini tentu akan berbeda daripada sebelumnya. Bukan hanya karena kali ini kami akan mengunjungi tempat-tempat wisata yang berbeda, tetapi kami juga melakukannya dengan cara yang berbeda. Saat kunjungan kami yang pertama, kami selalu menggunakan transportasi umum. Namun, host kami yang kali ini, Mr. Yap, dengan baik hati mengantarkan kami ke tempat-tempat yang hendak kami kunjungi menggunakan mobil pribadinya.

Mr. Yap dan juga sahabatnya Mr. Lee yang bersama-sama dengan kami adalah orang Tionghoa-Malaysia. Selain itu, ada seorang gadis asal Guangzhou yang juga sedang mengunjungi Malaysia ikut satu mobil dengan kami. Jadi, sepanjang perjalanan kami banyak mendengarkan percakapan dalam bahasa Cina. Kami pun diajak mengunjungi sebuah kuil Cina di Genting Highlands sehingga lengkaplah nuansa kebudayaan Tionghoa dalam perjalanan kami di Malaysia kali ini. Masalah makan, kami selalu dibawa makan chinese food baik untuk sarapan, makan siang maupun makan malam. Kami pun mempelajari sebuah hal yang menarik, yaitu jika ada orang berciri fisik Melayu kerja di restoran chinese food, orang tersebut kemungkinan datang dari Indonesia atau negara Asia Tenggara lainnya. Di Malaysia, orang Melayu tidak bekerja di restoran-restoran non-halal.

Peta Dunia TRAVELdonk

Peta Dunia TRAVELdonk