19 Juni 2014

KUALASINGA [Bab 3]: Terkoneksi Penuh dengan Singapura

Gedung-gedung yang menjulang tinggi di jantung kota Singapura menunjukkan kekuatan ekonomi negara tersebut.
Singapura tidak hanya bisa dijangkau melalui udara menggunakan pesawat terbang, tetapi juga dapat diakses melalui darat dan laut. Akses melalui perairan akan kami bahas pada kesempatan lain. Untuk saat ini, berhubung kami datang ke Singapura dari arah Malaysia, kami hanya akan membicarakan soal akses darat. Ketika pertama kalinya kami datang ke Singapura satu setengah tahun sebelumnya, kami menggunakan bus. Kali ini kami mencoba naik kereta api. Sebenarnya, perjalanan dari Kuala Lumpur ke Singapura akan lebih cepat jika ditempuh dengan naik bus dibanding kereta api. Bus dapat melalui jalur bebas hambatan tanpa henti sedangkan kereta api berhenti di banyak stasiun di sepanjang jalan. Akan tetapi untuk perjalanan malam, ada baiknya naik kereta api yang lebih lambat karena akan merepotkan juga jika tiba terlalu pagi di saat segala layanan belum mulai beroperasi.

Stasiun terakhir sebelum Singapura adalah JB Sentral dimana seluruh penumpang diwajibkan turun dari kereta api. Rencananya, dari stasiun yang terintegrasi dengan terminal bus ini kami lanjut naik bus CW2 yang akan mengantar kami ke Terminal Bus Queenstreet di area Bugis tempat hostel yang kami inapi berada. Tapi, kami membuat sebuah kesalahan dengan mengikuti petunjuk arah ke Singapura, bukannya ke Johor Bahru. Arah ini membawa kami masuk ke pemeriksaan imigrasi khusus bagi para penumpang kereta api. Paspor kami pun diberi stempel keluar Malaysia. Setelah itu, kami tidak diizinkan untuk keluar lagi ke terminal untuk naik bus yang dimaksud. Meskipun tiket kereta kami hanya sampai JB, kami diizinkan naik kereta itu lagi hingga tiba di Woodlands, Singapura. Memang kami tidak perlu bayar lagi untuk ongkos kereta dari JB ke Woodlands, tapi ini malah menjadi masalah buat kami. Karena di luar skenario, kami tidak tahu bagaimana caranya ke Bugis begitu pemeriksaan imigrasi masuk ke Singapura selesai dijalani. Sebagai catatan, titik pemeriksaan imigrasi Woodlands untuk penumpan kereta api ini berbeda dari yang pernah kami lewati ketika naik bus.
Banyak orang yang bilang kalau orang Singapura itu tidak seramah orang negara-negara Asia Tenggara lainnya. Tapi itu tidak sepenuhnya benar. Nyatanya, pada saat bingung kami bertemu orang setempat yang dengan senang hati memberitahu cara ke Bugis dari situ. Maka dari itu, ke mana pun kita melancong janganlah malu bertanya ke orang lokal karena kebanyakan dari mereka pasti akan mencoba menolong.

Berdasarkan petunjuk itu, akhirnya kami naik bus umum dari halte di dekat bangunan pemeriksaan imigrasi. Rata-rata orang yang naik bus tersebut membayar menggunakan kartu elektronik karena lebih praktis. Jika menggunakan uang tunai, selain ongkosnya jadi lebih mahal, tidak disediakan uang kembalian pula. Waktu pertama kali datang ke Singapura kami batal mencoba naik bus umum karena tidak punya uang kecil. Kini untungnya ada di antara kami yang membawa uang pecah sehingga kami akhirnya berhasil tiba di stasiun MRT.
Bus umum di Singapura sangat nyaman dan dapat diandalkan
Dalam waktu kurang dari satu jam, tibalah kami di Bugis. Dari stasiun MRT, kami masih perlu berjalan kaki sekitar 600 meter lagi. Tiba di hostel, kami belum diizinkan untuk cek-in karena masih terlalu dini. Penginapan-penginapan di Singapura memang lebih strict masalah jam cek-in, tidak seperti di Malaysia yang kebanyakan akan mengizinkan tamu untuk cek-in lebih awal.

Maka kami menitipkan dulu barang-barang bawaan kami di sana dan lanjut berjalan keluar untuk makan. Kami menemukan kedai makan yang menjual satu set makanan seharga $2 saja. Harga ini termasuk yang paling murah di seantero negeri. Apa-apa mahal di Singapura, terutama penginapannya. Itulah mengapa kali ini kami memilih hostel yang kamarnya bergaya dormitori daripada hotel biasa.

Setelah diizinkan untuk cek-in, kami tidur-tiduran sebentar sebelum keluar lagi untuk menjelajah Singapura. Inilah pertama kalinya kami punya waktu seharian penuh di Singapura. Terakhir kali kami ke Negeri Singa, hanya sepintas lalu saja. Silahkan klik sini untuk membaca perjalanan pertama kali kami ke Singapura.

Mengunjungi tempat-tempat di Singapura tidaklah terlalu sulit bahkan untuk pengunjung yang pertama kali datang. Pasalnya, di tiap-tiap stasiun MRT maupun di beberapa titik wisata terdapat peta area maupun petunjuk arah jalan yang dengan jelas memandu orang ke tempat tujuannya. Ketika mengunjungi Gardens by the Bay untuk pertama kalinya hari ini, kami pun tidak mengalami kesulitan navigasi sama sekali. Mengetahui arah tempat dituju merupakan satu hal, tapi untuk tiba di titik yang dituju itu merupakan hal lainnya. Kebanyakan, tempat-tempat wisata Singapura perlu ditempuh dengan jalan kaki yang lumayan. Di negara kami, masyarakat tidak terbiasa berjalan kaki terlalu banyak salah satunya karena kurang nyamannya jalur pejalan kaki. Itulah mengapa banyak orang Indonesia mengeluh capek ketika sedang berjalan-jalan di Singapura.

Dari dulu predikat Garden City memang sudah melekat pada Singapura yang tiap tahun konsisten memperluas area hijau di negaranya. Kini, mereka berusaha meraih satu langkah lebih maju lagi yaitu menjadikan Singapura sebagai A City in a Garden alias kota di dalam taman. Salah satu proyek yang digarap untuk meraih ambisi tersebut adalah dengan Gardens by the Bay. Menapakkan kaki di sini memang amat menyejukkan hati. Sejauh mata memandang hanya ada hehijauan yang asri dan bangunan-bangunan berbentuk unik serasa di planet lain.
Di seberang Supertrees, Gardens by the Bay

Tak diragukan lagi bahwa keterhubungan dari satu tempat ke tempat lainnya merupakan kunci keberhasilan pariwisata Singapura. Contohnya, dari Gardens by the Bay ada jembatan yang membawa kami langsung ke Marina Bay Sands. Marina Bay Sands juga terhubung dengan jembatan lainya ke mal The Shoppes at Marina Bay Sands. Pengunjung jadi merasa sangat dimudahkan, tidak perlu menyeberang jalan raya maupun bertanya-tanya pada orang. Semua orang kelihatannya paham mesti pergi kemana karena petunjukknya jelas.

Semua orang memiliki kesempatan untuk menikmati tempat-tempat mewah seperti hotel Marina Bay Sands maupun mal The Shoppes at Marina Bay Sands tanpa perlu menjadi tamu hotel atau pembeli barang yang dijual di mal. Hal ini yang menjadi daya tarik Singapura bagi turis berduit maupun beranggaran rendah seperti kami. Memang hotel ini bukanlah yang termahal di Singapura, tapi tetap saja tidak sesuai dengan budget kami. Saya tidak pernah membayangkan dapat berjalan-jalan di dalam sebuah hotel mewah di Jakarta tanpa menjadi tamu hotel tersebut. Begitu juga dengan malnya. Terhubung langsung dengan stasiun MRT Bayfront, The Shoppes menjadi lalu lintas orang seperti mal-mal lainnya di Singapura. Jadi, tidak seperti di Indonesia dimana pengunjung mal merupakan orang-orang yang memang sengaja mengunjungi mal tersebut, bukan sekedar melintas.
Mengintip ke dalam gedung hotel Marina Bay Sands
Kanal beserta sampan yang menjadi ciri fitur khas mal The Shoppes at Marina Bay Sands

Sementara kami mencuci mata melihat hal-hal mewah di dalam bangunan, sebuah pemandangan mengagumkan lainnya menanti kami tepat di luar mal The Shoppes tersebut. Bangunan-bangunan menjulang tinggi dari area pusat bisnis di sisi lain Marina Bay seakan memamerkan diri mereka. Bergeser pandang ke kanan sedikit, kami dapat melihat patung separuh singa separuh ikan yang sedang memancurkan air dari mulutnya. Itu dia patung Merlion!
 
Tidak lengkap kunjungan ke Singapura tanpa Merlion. Tiap-tiap dari kami sudah tidak sabar untuk berfoto dengannya. Banyak pose foto sudah dipikirkan tapi lagi-lagi cukup jauh untuk jalan ke sana; sekitar satu setengah kilo. Pertama-tama, kami harus berjalan menyusuri teluk ke arah utara lalu menyeberangi Helix Bridge yang sangat bagus untuk difoto bersama dengan MBS. Setelah lewat jembatan, cukup sulit mencari Merlion karena sekarang patung itu hilang dari pandangan. Untungnya, ada banyak orang yang jalan menuju sana jadi tinggal kami ikuti saja mereka.

Helix Bridge yang bentuknya unik
Marina Bay Sands dari seberang teluk beserta struktur putih berbentuk bunga teratai 
di depannya yang merupakan Art Science Museum
Melambangkan penjaga kemakmuran negeri, Merlion dibangun tahun 1972 sebelum kemudian dipindah ke lokasi yang sekarang pada tahun 2002. Alasan relokasi adalah untuk membuat patung ini tidak terhalang jembatan yang baru dibangun. Merupakan ikon Singapura yang utama dan yang paling pertama, Merlion selalu ramai dikerubungi pengunjung sehingga tidak mudah bagi kami untuk mendapatkan foto yang bersih saat berada di sana. Letih telah berjalan jauh, kami tidak buru-buru mengambil gambar bersama si singa putih. Kami duduk bersantai di Merlion Park sambil menunggu kesempatan baik buat berfoto sementara di ufuk barat matahari terus terbenam.
Patung Merlion
Pada saat itu, kami tidak tahu kalau stasiun MRT terdekat ke Merlion Park itu adalah Raffles Place. Jadi, kami berjalan cukup jauh dan berputar-putar ke stasiun MRT City Hall untuk naik kereta ke Harbourfront. Begitu keluar dari stasiun MRT kami langsung berada di mal terbesar Singapura, VivoCity. Selain memiliki konektivitas ke stasiun MRT, mal ini juga terintegrasi dengan baik dengan pelabuhan kapal feri (untuk ke Batam) dan destinasi kami berikutnya, Pulau Sentosa. Untuk alasan keterhubungan inilah mal tersebut termasuk yang paling ramai dikunjungi baik oleh masyarakat lokal maupun turis asing.

Pulau Sentosa menjadi lokasi bernaungnya atraksi-atraksi wisata kelas dunia seperti Universal Studios Singapore (USS) dan SEA Aquarium. Kami datang ke sana cukup telat ketika atraksi-atraksinya sudah banyak yang tutup. Namun, justru karena sudah sedikit orang jadi kami dapat berfoto ria dengan bola dunia USS secara leluasa. Begitu sudah berada di dalam pulau, segala macam transportasi yang tersedia seperti bus, kereta buggy, dan monorail dapat dinikmati secara gratis.

The Sentosa Broadwalk, sebuah jembatan pejalan kaki sepanjang 500-an meter
yang dilengkapi dengan travelator  menghubungkan mal Vivo City dengan Pulau Sentosa.
Datang telat ke Pulau Sentosa ketika area ini sudah tidak dipadati kerumunan orang.
Di dalam monorail Pulau Sentosa
Tak banyak waktu yang kami habiskan di pulau ini karena hari berikutnya merupakan hari kepulangan bagi para peserta tur, jadi mereka mau beristirahat dan mempersiapkan diri.  Kami pun naik monorail balik ke mal Vivo City tanpa biaya. Jika naik monorail yang sama dari arah sebaliknya akan dikenakan biaya $4 per orang. Dari mal Vivo City, kami langsung naik MRT pulang ke area Bugis. Begitulah akhir kisah tur KUALASINGA yang tidak terlalu panjang namun banyak pengalaman baru yang dapat dibagikan dengan orang-orang terkasih di rumah. Namun buat kami berdua, akhir hari ini barulah separuh dari seluruh perjalanan tur yang akan kami lakoni karena di keesokan hari beberapa peserta lain akan datang menggantikan peserta-peserta tur yang saat ini..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Peta Dunia TRAVELdonk

Peta Dunia TRAVELdonk