Queen Victoria Fountain |
Belum sempat kami menjelajahi bangunan-bangunan peninggalan bangsa Eropa pada tur hari ini, kami diperhadapkan pada sebuah bentuk lain dari peninggalan orang-orang barat di Malaysia, yaitu budaya menonton pertandingan sepakbola. Saat itu memang sedang berlangsung ajang Piala Dunia 2014. Adapun negara-negara seperti Malaysia dan Indonesia tidak memiliki tim nasional sepakbola yang kuat di kancah dunia. Jadi para pecinta bola di negara tersebut mesti menjagokan tim dari negara lain. Di Indonesia ada kecenderungan orang mendukung timnas Belanda, ini berlaku terutama pada generasi tua dan masyarakat di Indonesia bagian timur. Di Malaysia, kebanyakan orang mendukung timnas Inggris. Tentu saja hal ini disebabkan oleh hubungan negara terkait di masa lalu. Malaysia merupakan bekas jajahan Inggris, sedangkan Indonesia merupakan bekas jajahan Belanda. Jadi wajar saja jika demikian yang terjadi.
Banyak orang percaya kalau negara yang dulunya dijajah Inggris sekarang menjadi negara yang lebih baik dibandingkan negara yang dulunya dijajah Belanda. Meski hal ini bisa diperdebatkan, tapi minimal orang-orang di negara bekas jajahan Inggris seperti Malaysia rata-rata bisa berbahasa Inggris lebih baik. Hal ini tentunya menguntungkan mereka di kancah internasional. Selain itu, orang Inggris pendekatannya lebih positif dibanding orang Belanda, misalnya saja dalam hal penggunaan kata mengenai kehadiran. Orang Inggris menghitung attendance (jumlah yang hadir), sedangkan orang Belanda menghitung absentie (jumlah yang tidak hadir). Banyak orang juga percaya Inggris mendidik negara jajahan dengan relatif lebih baik, sehingga negara bekas jajahan memiliki kesadaran yang lebih baik dalam hal merawat peninggalan-peninggalan bersejarah. Hari ini kami hendak membuktikan kebenaran dari pernyataan ini dengan mengujungi beberapa peninggalan era kolonial di Dataran Merdeka.
Meski relatif lebih baik daripada di Jakarta, di Kuala Lumpur pun masih banyak kendaraan yang tidak disiplin |
Di Dataran Merdeka inilah kemerdekaan dari Inggris dideklarasikan. Hingga saat ini masih terdapat banyak bangunan tua di sekitarnya seperti pada saat era kolonial. Di antaranya adalah Bangunan Sultan Abdul Samad (dibangun tahun 1894), Former High Court Building (1909), dan St. Mary's Cathedral (1894). Semuanya masih dalam kondisi yang baik meskipun beberapa juga sempat menjadi korban vandalisme di masa lalu.
Memandu peserta tur di Dataran Merdeka. |
Beberapa bangunan baru yang dibangun di area Dataran Merdeka juga disesuaikan dengan gaya arsitektur bangunan lama sehingga tidak merusak nuansa kota lama. KL City Library, contohnya, sering dikira orang sebagai bangunan dari era kolonial, padahal baru dibangun tahun 1989. Tempat-tempat bergaya modern seperti parkir kendaraan dan juga pusat perbelanjaan pun disembunyikan tepat di bawah tanah Dataran Merdeka, lagi-lagi agar tidak mengurangi pesona era kolonial di area ini.
Miniatur kota Kuala Lumpur dan area sekitarnya |
Tentunya bukan hanya bangsa barat yang memiliki peninggalan di Kuala Lumpur. Jauh sebelum Portugis, Belanda dan Inggris datang ke Malaysia, pedagang Cina dan India telah berada di Semenanjung Malaka. Bahkan para ahli sejarah menjelaskan bahwa orang Melayu yang sering dianggap orang lokalnya Malaysia sebenarnya juga adalah pendatang. Lalu, sebelum semua bangsa itu datang, siapakah yang berada di sini? Ada banyak suku adat, tapi mereka seringkali diklasifikasikan sebagai satu kelompok yang dikenal dengan Orang Asli. Satu atau beberapa kelompok dari penduduk pribumi ini memanfaatkan goa-goa batu yang terletak beberapa belas kilometer dari KL sebagai tempat tinggal mereka. Gua-gua ini dikenal sebagai Batu Caves yang kemudian dikuasai oleh orang-orang India dan dijadikan situs ibadah orang Hindu Tamil.
![]() |
Patung Dewa Murugan di Batu Caves |
Pulang dari Batu Caves, kami turun di stasiun Bank Negara. Tujuan kami ke Museum and Art Gallery-nya Bank Negara yang dapat dikunjungi secara cuma-cuma. Museum ini terletak terpisah beberapa ratus meter dari gedung bank sentral yang aktif beroperasi. Kami pun berjalan kaki ke sana dari stasiun komuter hanya untuk mendapati museum itu tutup. Kami baru ingat kalau ini hari Senin! Makanya air mancur Queen Victoria di Dataran Merdeka tadi tidak menyala, sedangkan pertunjukan miniatur di KL City Gallery pun sedang dalam perawatan. Jalan-jalan keliling kota di hari Senin memang bukan pilihan yang terbaik.
Yang seharusnya pelancong lakukan di hari Senin adalah berbelanja ketika mal-mal lebih sepi pengunjung dibanding saat akhir pekan. Memang kami sudah melakukan hal ini sebelumnya. Begitu selesai melihat-lihat bangunan warisan budaya di sekitar Dataran Merdeka, kami pergi berbelanja di Central Market dan Kasturi Walk yang hanya berjarak sepelemparan batu saja. Kini kami berjalan kembali ke area tersebut demi menuntaskan urusan berbelanja kami. Kali ini gilirannya untuk ke Petaling Street. Selain Dataran Merdeka, area Chinatown juga memiliki banyak bangunan tua peninggalan era kolonial yang masih berdiri. Bagi kami, Petaling Street yang merupakan pusat dari Chinatown itu sendiri merupakan sebuah heritage.
Gerbang masuk ke Petaling Street identikal dengan yang ada di ujung jalan |
Lampion khas Cina yang tergantung menambah nuansa Chinatown |
Jam berganti jam. Banyak lapak tutup dan Petaling Street pun menjadi semakin sepi. Akhirnya, kami pulang ke guesthouse dan tur ini pun berakhir karena besok pagi-pagi kami harus berpisah. Para peserta akan pulang kembali ke Indonesia sementara untuk kami berdua perjalanan masih berlanjut. Semoga jejak kami pun tetap berbekas sehingga menjadi peninggalan di Kuala Lumpur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar