30 Juni 2019

Salju Musim Panas di Myoko Kogen

Myoko Kogen alias Dataran Tinggi Myoko telah sejak lama menjadi destinasi wisata populer saat musim dingin. Pasalnya, area ini memiliki curah salju yang sesuai dan medan yang cocok untuk bermain ski dengan berbagai tingkat kesulitan. Jalur meluncurnya pun termasuk yang paling panjang. Tak heran jika infrastruktur pariwisata di sini, seperti hotel maupun rute transportasi umum terpusat pada titik-titik resor ski berada, sebut saja area Akakura, Suginohara, dan Ikenotaira. Namun, apa jadinya jika datang ke Myoko Kogen saat musim panas? Masih dapatkah melihat salju di sana? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang coba kami jawab saat mengunjungi Myoko Kogen di hari keempat kami berada di Jepang, setelah di hari-hari sebelumnya kami telah ke Tokyo, Nagano, dan Matsumoto.

Ternyata pada saat kami datang, salju masih dapat dilihat di Myoko Kogen. Mungkin karena saat itu akhir bulan Juni ketika musim panas belum pada puncaknya jadi sebagian salju masih tersisa pada puncak-puncak gunungnya. Namun, untuk mendapatkan pemandangan indah seperti pada foto di atas dibutuhkan perjuangan yang cukup panjang. 

Dari Stasiun Nagano kami naik kereta Shinano Tetsudo hingga stasiun terakhirnya di Myoko Kogen. Kami lalu lanjut naik minibus jurusan Suginosawa. Minibus ini menjadi andalan transportasi kami selama di Myoko Kogen. Baik hari ini maupun di hari berikutnya, kami berdua selalu merupakan satu-satunya penumpang di dalam minibus. Ternyata memang kebanyakan orang tidak datang ke Myoko Kogen saat musim panas.

29 Juni 2019

Matsumoto Bukan Cuma Buat Foto

Matsumoto Castle

Memulai pagi hari dengan berjalan kaki ke Stasiun Nagano, kami sangat bersemangat untuk berangkat ke Matsumoto. Kami bahkan sudah membuat janji ketemuan makan siang dengan seorang host Couchsurfing di sana. Namun, rencana ini hampir berantakan akibat kebakaran yang dialami oleh rangkaian kereta yang akan kami tumpangi dari Nagano ke Matsumoto. Jadwal kedatangan dan keberangkatan kereta lainnya di Stasiun Nagano pun ikut terdampak. Terpaksa kami harus naik kereta lain yang waktu tempuhnya lebih lama karena lebih banyak berhenti di tengah jalan. Situasi di dalam gerbong kereta pun padat karena ada banyak penumpang yang senasib dengan kami. Hal ini membuat mood menjadi jelek. Untungnya, pemandangan sepanjang perjalanan tidak mengecewakan. Terutama, ketika kereta berhenti di Obasute, sebuah stasiun kecil di Kota Chikuma, kami dapat melihat dengan jelas pemandangan kota, bukit, dan lembah yang luar biasa menyegarkan mata.

Setelah sekitar satu setengah jam, kami pun tiba di Matsumoto. Begitu keluar dari stasiun, kami langsung disambut oleh bunga warna-warni yang tertata rapi. Ini baru permulaan kami menyukai kota yang sering disandingkan dengan Nagano ini. Tak seperti Nagano, Matsumoto tidak dapat diakses langsung oleh shinkansen. Namun, kota ini memiliki bandara yang tidak dimiliki oleh Nagano. Apabila Nagano merupakan monzen-machi alias kota kuil, Matsumoto merupakan Jōka-machi alias kota kastil. Maka, keberadaan Matsumoto tak dapat dipisahkan dari Matsumoto Castle, tempat yang pertama akan kami tuju begitu sampai di kota ini.

28 Juni 2019

Nagano Rasa Nano Nano


Salah satu sudut kota Nagano
Sambil menunggu Tur TRAVELdonk Jepang yang akan dimulai dalam beberapa hari lagi, kami berdua jalan-jalan ke Nagano. Tempat ini kami pilih karena udaranya yang relatif sejuk sekalipun sedang musim panas. Nagano terletak di areal pegunungan berjarak sekitar 250 km dari Tokyo. Ibukota prefektur dengan nama yang sama ini dapat ditempuh menggunakan kereta cepat shinkansen dalam waktu kurang dari 1,5 jam saja. Namun, kami tidak naik kereta yang dapat melaju hingga 260 km/jam itu karena ongkosnya yang cukup mahal, yaitu sekitar ¥8,000 atau Rp 1 juta lebih. Pilihan kami jatuh pada bus Willer Express yang jauh lebih ekonomis. 

Sepanjang perjalanan ke sana, kami menikmati hijaunya pegunungan yang indah. Bus sempat berhenti dua kali di tempat peristirahatan, dimana kami mendapat kesempatan berbelanja oleh-oleh maupun menikmati teh gratis yang disediakan di sana.

Keesokan paginya, dengan kondisi badan segar bugar setelah tidur nyenyak di tempat seorang host Couchsurfer, kami memulai penjelajahan dengan pertama-tama menuju Zenkoji, kuil yang menjadi atraksi utama di Nagano. Jaraknya lebih dari 2 km dari apartemen tempat kami menginap, hampir sama jauh dengan jarak dari stasiun kereta JR ke kuil. Meski demikian, kami tidak merasa bosan maupun lelah sama sekali karena kami menikmati tiap sudut pemandangan kota yang kami lewati. Mulai dari penyeberangan rel kereta api layaknya di dorama-dorama Jepang yang kami tonton, anak-anak TK/SD yang berjalan kaki sendirian berangkat sekolah, hingga tanaman-tanaman cantik di halaman rumah orang. Pokoknya kami benar-benar berasa masuk dalam cerita fiksi Jepang deh!

27 Juni 2019

Mengintip Isi Tokyo Dalam 6 Jam

Godzilla sedang mengintip salah satu sudut kota Tokyo.
Jepang selalu menjadi negara idaman untuk dikunjungi bagi banyak orang dari berbagai negara yang sejak kecil sudah dicekoki dengan unsur-unsur budaya Negeri Matahari Terbit yang eksotis entah itu melalui anime, manga, dorama maupun video game-nya. Setiap kali ada tur TRAVELdonk membawa peserta dari tanah air ke Jepang, kami tidak pernah sempat untuk meluangkan waktu berdua jalan-jalan di sana. Kali ini, tepatnya seminggu sebelum tur TRAVELdonk Jepang lainnya dimulai, kami pun akhirnya mendapatkan kesempatan itu.
    
Setelah melalui transit panjang selama 12 jam di Manila, kami tiba di bandara Haneda pada tengah malam. Di dalam gedung bandara tersedia beberapa kursi panjang maupun tempat duduk berbentuk bundaran yang dapat dimanfaatkan untuk tidur. Di situlah kami bermalam guna menghemat dana. Maklum, biaya menginap (dan apapun juga) di Jepang cukup mahal.  Di pagi harinya, kami bangun lalu mengisi perut dengan mie instan yang sudah disiapkan dari rumah. Fasilitas air panas yang tersedia di bandara sangat menolong kami dalam hal ini.

Kemudian tanpa membuang banyak waktu kami pun meluncur ke pusat kota Tokyo dengan kereta api yang menjadi transportasi andalan masyarakat Jepang. Ongkos naik kendaraan umum seperti kereta api di Jepang tidaklah murah. Untuk menempuh 2-3 stasiun saja pasti sudah menguras puluhan ribu rupiah. Kereta dari Haneda ke pusat kota di Shinjuku yang kami naiki ini ongkosnya per orang ¥620 atau sekitar 80 ribu rupiah. Ini masih termasuk murah jika dibandingkan ongkos dari bandara lainnya yaitu Narita yang jarak tempuhnya lebih dari 70km. Oleh karena itu, jalan-jalan di Jepang mesti dibekali dengan kecerdikan memilih dan mengkombinasikan kartu perjalanan unlimited. Kartu yang kami pakai saat itu adalah Tokyo Travel 1 Day Pass seharga ¥800 yang bisa dipakai di seluruh rute subway Toei ditambah satu kali perjalanan dari bandara. Jadi kami tidak perlu lagi membayar ongkos kereta dari bandara yang ¥620 per orang itu

26 Juni 2019

Sehari Transit di Manila

Plaza de Roma, Manila
Tujuan perjalanan kami kali ini yang sebenarnya adalah ke Jepang. Namun, berhubung pesawat yang kami tumpangi adalah maskapai penerbangan nasionalnya Filipina; Philippines Airlines (PAL) maka kami mesti transit terlebih dahulu di Manila. Kami sengaja memilih waktu transit yang paling lama yaitu sekitar 12 jam lebih supaya kami punya cukup waktu untuk melihat-lihat negara bekas jajahan Spanyol ini. Setibanya di sana, kami pun keluar bandara tanpa perlu repot-repot membawa barang-barang karena itu semua sudah diatur maskapai agar diteruskan ke penerbangan lanjutan nanti. Jadi meskipun berstatus transit, kami cukup merasa nyaman ketika berkeliling kota dengan mengesampingkan faktor-faktor lain yang mengurangi kenyamanan seperti yang nanti akan dibahas. Setelah mencuri-curi koneksi wifi yang tidak terlalu baik di area kedatangan, kami berhasil memesan GrabCar untuk langsung meluncur ke jantung kota di Luneta. Untungnya Filipina adalah salah satu negara ASEAN yang tingkat kefasihan bahasa Inggris masyarakatnya paling baik, jadi tidak ada masalah komunikasi yang berarti. Perjalanan kami yang awalnya lancar, akhirnya terkena macet juga. Ya namanya juga ibukota. Pengemudi Grab kami seorang pria paruh baya yang dengan senang hati memperkenalkan negeri ini kepada kami. Dia mengaku memiliki besan orang Manado. Memang ada kedekatan kultural yang nampang di antara orang Manado dan Filipina. Selain dari penjelasan bapak itu, kami pun berusaha mempelajari negeri yang baru pertama kali kami kunjungi ini melalui pengamatan sendiri. Di sepanjang jalan terlihat banyak kasino yang rupanya dilegalkan di sini beserta bus-bus berisi turis Tiongkok yang menuju ke sana. Hal lain yang menarik adalah keberadaan Alfamart di salah satu pertokoan yang kami lintasi! Setelah beberapa lama menembus kemacetan, akhirnya kami pun diturunkan tepat di depan Rizal Monument, meskipun di titik itu sebenarnya dilarang untuk menaik-turunkan penumpang.

Peta Dunia TRAVELdonk

Peta Dunia TRAVELdonk