1 Juli 2019

Melihat Cahaya Setelah Berendam Air Panas

Kembali ke Myoko Kogen, kali ini kami akan menjajal permandian air panas khas Jepang yang akrab disebut onsen. Meskipun saat itu kami menumpang kendaraan pribadi milik host kami, Shuya-san, tempat pertama yang kami singgahi tetaplah stasiun kereta. Di sana kami menitipkan barang bawaan kami di loker koin, pasalnya malam ini kami akan langsung melanjutkan perjalanan. Shuya-san mencari informasi tentang rekomendasi onsen pada petugas di pusat informasi turis yang terletak tepat di samping stasiun. Kami baru tahu kalau tempat itu ternyata juga menyediakan voucher untuk masuk onsen dengan harga diskon. 

Dari luar seorang ibu paruh baya masuk ke pusat informasi turis. Ternyata ibu itu adalah salah satu ibu-ibu yang ada di tempat makan siang kemarin! Ia pun langsung mengenali kami yang tidak berwajah Jepang ini. Kami lalu berfoto bersama dan mengucapkan perpisahan untuk yang sesungguhnya kali ini.

Beranjak dari tempat itu, kami bertiga menuju salah satu onsen yang cukup populer di area Akakura. Ini merupakan pengalaman onsen kami yang pertama kalinya seumur hidup. Untung saja host kami yang orang Jepang sudah berpengalaman dalam hal ini, jadi ada orang yang bisa mengajari kami aturan mainnya. Pertama-tama, begitu masuk bangunan onsen, kami harus membayar biaya masuk terlebih dahulu. Dalam hal ini, kami membayar lebih murah dari harga normal karena menggunakan voucher dari pusat informasi turis. Kemudian, kami masuk ke ruang ganti dimana tersedia loker untuk menaruh segala barang bawaan. Ruang ganti ini tersambung langsung ke kolam pemandian air panas yang berada di luar ruangan.

Selingan Indah Shinano-machi

Danau Nojiri, Shinano-machi

Alih-alih langsung kembali ke kota Nagano, dari Myoko Kogen kami menyempatkan diri turun di sebuah stasiun kecil bernama Kurohime yang masuk dalam wilayah Shinanomachi, sebuah kota di tepi Danau Nojiri. Kunjungan singkat ini berada di luar rencana perjalanan kami, sehingga kami hampir tidak tahu apapun mengenai tempat-tempat menarik yang dapat dikunjungi di sini, kecuali sebuah penampakan danau besar di Google Maps. Untungnya, hampir tiap stasiun di Jepang memiliki pusat informasi turis di mana kita bisa bertanya langsung pada petugas maupun mengambil peta/booklet gratis. Khusus di stasiun ini, terdapat pula layanan penyewaan sepeda. Namun, kami pikir agak sayang kalau harus menyewa sepeda dengan tarifnya harian sedangkan saat itu hari sudah hampir habis. Berbekal petunjuk yang kami dapatkan dari pusat informasi turis, kami pun mulai berjalan kaki meninggalkan stasiun untuk menguak sebagian kecil pesona dari kota ini.

Tepat di depan stasiun, kami melihat ada Fujinoya Ryokan yang dibangun tahun 1909 dan masih aktif sebagai penginapan hingga sekarang. Jalan terus lurus ke depan, tempat pertama yang kami tuju adalah Issa Kinen-kan (Issa Memorial Museum), yaitu sebuah museum yang didedikasikan untuk Kobayashi Issa (1763-1828), seorang penulis haiku terkenal yang berasal dari Shinano-machi. Haiku merupakan puisi pendek tradisional khas Jepang. Issa telah menulis lebih dari 20,000 haiku, menjadikannya salah satu dari master haiku paling top seantero Jepang. Sayangnya, kami tak memiliki kesempatan untuk mempelajarinya lebih dalam. Pintu museum baru saja ditutup begitu kami sampai di tempat. Meskipun demikian, kami sempat mengunjungi kuil Myosenji yang merupakan kuil keluarga Issa. Tiap tanggal 19 November ada ritual yang digelar untuk memperingati hari kematian Issa. Di dekat kuil ini terdapat pula kuil lainnya, yaitu Myoganji.

Peta Dunia TRAVELdonk

Peta Dunia TRAVELdonk